Rabu, 04 Desember 2013

Laporan Krim




I.       TUJUAN
Membuat dan mengevaluasi sediaan krim asam salisilat.
II.    DASAR TEORI

            Pada permukaan kulit ada lapidan dari bahan yag di emulsika terdiri dari campuran kompleks dari cairan berlemak, keringat, dan lapisan tanduk yang dapat terkelupas, yang terakhir dari lapisan sel epidermis yang telah mati yang disebut lapisan tanduk atau stratum corneum da letaknya langsung di bawah lapisan yang diemulsikan. Di bawah lapisan tanduk decara teratur ada lapisan pernghak\lang epidermis yang hidup atau disedut stratum germinativum, dan dermis atau kulit sesungguhnya.
            Pembuluh darah kapiler dan serabut-serabut saraf timbul dari jaringan lemak subkutan masuk kedalam dermis dan sampai pada epidermis. Kelenjar keringat berada pada kelenjar subkutan menghasilkan produknya denagan cara pembuluh keringat menemukan jalannya ke permukaan kulit. kelenjar lemak dan folikel rambut yang berpangkal pada dermis dan lapisan subkutan juga menemukan jalannya kepermukaan dan nampak seperti pembuluh dan rambut berturut-turut.
            Mungkin obat dapat mempenetrasi kulit yang utuh detelah pemakaian topikal melalui dinding folikel rambut, kelenjar keringat, atau kelenjar lemak atau antara sel-sel dari selaput tanduk. Sebenarnya dahan obat yang dipakai  mudah memasuki kulit yang rusak atau pecah-pecah, akan tetapi sesungguhnya penetrasi semacam itu bukan absorpsi permutan yang besar.
            Apabila kulit luka maka cara utama untuk penetrasi obat umumnya melalui lapisan epidermis, lebih baik dari pada melalui folikel rambut atau kelenjar keringat, karena luas permukaan yang terakhir ini lebih kecil bila dibandingkan dengan daerahkulit yang tidak mengandumg elemen anatomi ini. Selaput yang tidak menutupi lapisan tanduk umumnya tidak terus menerus dan sebenarnya tidak mempunyai daya tahan terhadap penetrasi. Karena susunan dari dermacam-macam selaput dengan proporsi lemak dan keringat yang diproduksi dan derajat daya lepasnya melalui pencucian dan penguapan keringat. Selaput bukan penghalang yang sesungguhnya, terhadap pemindahan obat delama tidak memiliki komposisi, ketebalan atau kelanjutan yang tertentu.
            Absorpsi perkutan suatu obat pada umumnya disebabkan oleh penetrasi langsung obat melalui stratum corneum 10-15mm, tebal lapisan datar mengeringkan sebagian demi sebagian jaringan mati yang membentuk permukaan kulit yang paling luar. Stratum corneum terdiri dari kurang lebih 40% protein dan  40%air dengan lemak berupa perimbangannya terutama debagai trigliserida, adam lemak bebas, kolesterol, dan fosfat lemak. Kandungan lemak dipekatkan dalam fase ekstravaskuler stratumcorneum dan debegitu jauh akan membentuk membran yang mengelilingi sel. Komponen lemak dipandang sebagai faktor utama yang decara langdung bertanggung jawabterhadap rendahnya penetrasi obat melalui stratum corneum. Sekali molekul obat melalui stratum corneum kemudian dapat terus melalui selaput epidermis yang lebih dalam dan masuk ke dermis, apabila obat mencapai lapisan pembuluh kulit maka obat tersebut siap untuk diabsorpsi ke dalam sirkulasi umum.

Faktor-faktor yang mempengaruhi abdorpsi perkutan diantaranya :
·          Obat yang dicampur dalam pembawa tertentu harus bersatu pada permukaan kulit dalam konsentrasi yang cukup.
·         Konsentrasi obat umumnya merupakan faktor yang penting, jumlah obat yang diabsorpsi secara perkutan perunit luas permukaan setiap periode waktu.
·         Semakin banyak obat diserap dengan cara absorpsi perkutan apabila bahan obat dipakai pada permukaan yang lebih luas.
·         Bahan obat harus mempunyai suatu daya tarik fisiologi yang lebih besar pada kulit dari pada terhadap pembawa.
·         Beberapa derajat kelarutan bahan obat baik dalam minyak dan air dipandang penting untuk effektifitas absorpsi perkutan.
·         Absorpsi obat nampaknya ditingkatkan dari pembawa yang dapat dengan mudah menyebar dipermukaan kulit, sesudah dicampur dengan cairan berlemak dan pembawa obat untuk berhubungan dengan jaringan sel untuk absorpsi.
·         Pembawa yang meningkaykan jumlah uap air yang ditahan kulit umumnya cenderung baik bagi absopsi pelarut obat.
·         Hidrasi dari kulit merupakan fakta yang paling penting dalam absorpsi perkutan.
·         Hidrasi kulit bukan hanya dipengaruhi oleh jenis pembawa tetapi juga oleh ada tidaknya pembungkus dan sejanisnya ketika pemakaian obat.
·         Pada umumnya penggosokan atau pengolesan waktu pemakaian pada kulit akan meningkatkan jumlah obat yang diabsorpsi dan semakin lama pengolesan dengan digosok-gosok maka semakin banyak pula obat yang yang diabsorpsi.

            Salah satu bentuk sediaan transdermal adalah krim. Krim adalah cairan kental atau emulsi setengah padat, baik tipe air dalam minyak atau minyak dalam air. Krim biasanya dipakai sebagai emulien atau pemakaian obat pada kulit. Istilah krim secara luas digunakan dalam farmasi dan industri kosmetik, dan banyak produk dalam perdagangan disebut sebagai krim tetapi tidak sesuai dengan divensi di atas. Banyak hasil produksi yang nampaknya deperti krim tetapi tidak mempunyai dasar dengan jenis emulsi, biasanya disebut krim. Apa yang dimaksud dengan vanissing krim umumnya merupakan emulsi lemk dalam air, mengandung air dalam penetrasi ysng besar dalam asam stearat. Setelah pemakaian krim air menguap meninggalkan sisa berupa selaput asam stearat yang tipis.
            Banyak dokter dan pasien lebih suka krim sari pada salep untuk satu hal umumnya mudah menyebar rata dan dalam hal krim dari emulsi jenis minyak dalam air lebih mudah dibersihkan dari pada kebanyakan salep. Pabrik farmasi sering memasarkan preparat tropikalnya dalam bentuk dasar krim maupun salep kedua-duanya untuk memuaskan kesukaan dokter dan pasien.

Penggunaan krim yaitu :
·         Sebagai sediaan pembawa untuk melindungi kulit.
·         Kemungkinan digunakan sebagai barier fisika atau kimia pada sedaiaan krim.
·         Pertolongan pertama pada bahan pelembab khususnya air dalam minyak.
·         Pembersih.
·         Mempunyai efek emulien.
·         Sebagai pembawa untuk bahan-bahan obat seperti anastesi local, anti inflamasi     ( NASID atau kortikosteroid ), hormon anti biotik, anti fungi, atau anti iritasi.
































PEMILIHAN BAHAN AKTIF
no

Bahan aktif
Efek utama
Efek samping
Karakteristik fisika
Karakteristik kimia
Sifat lain

1

Asam salisilat

Pengobatan topical keratolitik, antifungi ( Tinea pedis dan Tinea kapitis) pengobatan hiperkeratolitik, antiacne mengobati iritasi kimiawi , dan meringankan gatal – gatal.
( Farmakologi dan Terapi edisi V, 234)

Reaksi hipersensitifitas dan dermatitis.
Iritasi ringan pada daerah pemakaian.
Iritasi kulit (jangka panjang).
(Farmakologi dan Terapi edisi V , 234)

Hablur putih, biasanya berbentuk jarum, halus, putih , rasa agak manis, tajam , dan stabil di udara( FI IV : 51)
Larut dalam 550 bagian air dan dalam 4 bagian etanol ( 95%)p mudah larut dalam kloroform p dan dalam eter p, larut dalam ammonium asetat p, dinatrium hidrogenfosfat p, kalium sitrat p, dan natrium sitrat p.
Titik lebur antara 158° - 161° C
Sisa pemijaran tidak lebih dari 0,1 %
( FI III, 56 – 57)

Mengandung tidak kurang dari 99,5 % C7H6O3
BM = 138,12
Rumus = C7H6O3
( FI III , 56 – 57)

Tidak direkomendasikan untuk anak – anak karena menyebabkan reye sindrom pada penggunaan per oral
( martindale)

2

Metil salisilat

Anti iritan
Analgesic ( counter iritan)
Antiinflamasi
( martindale)

Intoksikasi salisilat dapat terjadi diikuti ingesti atau aplikasi topical dari metal salisilat

Cairan tidak berwarna, kekuningan atau kemerahan , berbau khas dan rasa seperti gandapura
( FI IV : 551)
Sukar larut dalam air , larut dalam etanol dan dalam asam asetat glacial
( FI IV : 551)

Mengandung tidak kurang dari 98,0 % dan tidak lebih dari 100,5% C8H8O3
BM : 152,15
Rumus :  C8H8O3
( FI IV: 551)

Tidak direkomendasikan untuk anak – anak karena menyebabkan reye sindrom pada penggunaan per oral
( martindale)

3


Sodium salisilat

Antipiretik dan analgesic ( FI III : 424)
Antiinflamasi   ( martindale)


Kristal kecil tidak berwarna ; serbuk Kristal berwarna putih; tidak berbau atau berbau khas lemah ; rasa manis, asin , dan tidak enak.
Sangat larut dalam air dan sukar larut dalam alcohol ( martindale)
Larut dalam 2 bag. Etanol 95 % ( FI III 424)

Mengandung tidak kurang dari 99,5 % C7H3NaO3
BM : 160,11
( FI III : 424)

Tidak direkomendasikan untuk anak – anak karena menyebabkan reye sindrom pada penggunaan per oral
( martindale)

Dari table di atas , bahan aktif terpilih adalah asam salisilat
Alasan pemilihan :
·         Asam salisilat dapat memberikan afek keratolitikum, antifungi, dan dapat digunakan untuk pemakaian topical, hiperkeratolitikum, dan kulit bersisik.
·         Untuk pengobatan antifungi hanya dikhususkan pada mikosis superficial, seperti panu, kadas kurap, kutu air, jadi bahan aktif asam salisilat sangat cocok karena punya efek keratolitikum ( mengelupaskan keratin yang menginfeksi jamur secara perlahan)
·         Asam salisilat diabsorbsi cepat dari kulit sehat, terutama bila, dipakai sebagai obat gosok atau krim,. Keracunan dapat terjadi dengan olesan pada kulit yang luas.


PEMILIHAN BENTUK SEDIAAN
·         Target yang dituju                   : Epidermis dan dermis
·         Tujuan Terapi                          : Lokal
·         Kemungkinan rute penetrasi yang dilalui oleh bahan aktif, yaitu Jaringan epidermis dan stratum korneum.
·         bentuk sediaan yang dipilih    : Sediaan bentuk krim
·         Alasan pemilihan sediaan bentuk krim, antara lain yaitu :
a.  Acceptability krim lebih tinggi daripada sediaan salep
b.  Sediaan krim tidak lengket dan dapat memberikan efek dingin
c.  Mudah dihilangkan dan dicuci dengan air
d. Memiliki daya sebar dan absorpsi yang baik.
PERSYARATAN MUTU

Sediaan yang dibuat harus memenuhi persyaratan mutu yang setara dengan ketentuan USP dan memperhatikan kriteria pendaftaran obat jadi Depkes RI.

Persyaratan mutu :
a.       Aman
Aman artinya sediaan yang dibuat harus aman secara fisiologis maupun psikologis dan dapat meminimalisirsuatu efek samping sehingga tidak lebih toksik dari bahan aktif yang belum diformulasi. Bahan sediaan farmasi merupakan senyawa kimia yang mempunyai karakteristik fisikokimia yang berhubungan dengan efek farmakologis. Perubahan sedikit saja pada karakterisasi tersebut dapat menyebabkan perubahan farmakokinetika, farmakodinamika suatu senyawa.
b.      Efektif
Efektif dapat diartikan sebagai sejumlah kecil obat yang diberikan pada pasien mampu memberikan efek yang maksimal dan optimal. Jumlah atau dosis pemakaian sekali pakai, sehari, dan selama pengobatan (kurun waktu) harus mampu untuk mencapai reseptor dan menimbulkan respons farmakologis.
Sediaan efektif adalah sediaan bila digunakan sesuai aturan yang disarankan dengan aturan pakai menghasilkan efek farmakologis yang optimal untuk tiap bentuk sediaan dengan efek samping minimal.
c.       Stabil
1.      Stabilitas fisika
Sifat-sifat fisika seperti organoleptis, keseragaman, kelarutan, dan viskositas tidak berubah. (USP XII, p.1703)
2.      Stabilitas kimia
Secara kimia inert sehingga tidak menimbulkan perubahan warna, pH, dan bentuk sediaan (USP XII, p.1703). Sediaan dibuat pada pH 3-6 diharapkan tidak mengalami perubahan potensi.
3.      Stabilitas mikrobiologi
Tidak ditemukan pertumbuhan mikroorganisme selama waktu edar. Jika mengandung pengawet, harus tetap efektif selama waktu edar. Mikroorganisme yang tidak boleh ditemukan pada sediaan: Salmonella sp., E. coli, Enterobacter sp., P. aeruginosa, Clostridium sp., Candida albicans (Lachman, p.468).
4.      Stabilitas toksikologi
Pada penyimpanan maupun pemakaian tidak boleh ada kenaikan toksisitas (USP XII, p.1703)
5.      Stabilitas farmakologis
Selama penyimpanan dan pemakaian, efek terapetiknya harus tetap sama (USP XII p.1703).

STUDI PRAFORMULASI BAHAN AKTIF DAN BAHAN TAMBAHAN YANG  AKAN DI FORMULASI

1.      ACIDUM SALICYLICUM ( Asam Salisilat )
Fungsi                   : Bahan aktif ( Keratolitikum, anti fungi )
Kelarutan              : Larut dalam 550 bagian air dan dalam 4 bagian Etanol 95 % P, kemudian larut dalam Klorofom P dan dalam Eter P. Larut dalam larutan Amonium Asetat P, Dinatrium dihidrogen Phospat P, Kalium Sitrat P dan Natrium Sitrat P.
Titik Lebur            : 158,5 – 161 oC
Pemerian               : Hablur ringan, tidak berwarna atau serbuk berwarna putih, dan hampir tidak berbau, rasa agak manis dan tajam.
2.      CERA ALBA
Fungsi                   : Basis krim, stabilizing agnet ( W / O )
Kelarutan              : Larut dalam Kloroform, Eter, Minyak, Minyak mengup dan  Karbon Disulfid hangat. Sedikit larut dalam Etanol 95 %. Praktis tidak larut dalam air.
Incompatibilitas    : Inkompatible dengan oksigen.
Titik lebur              : 61 – 65 oC
Konsentrasi           : 5 – 20 %
Pemerian               : Tidak berasa, berwarna putih atau kuning telur, bentuk granul berupa fine atau sheet dengan bentuk warna jernih. Rasa hampir sama dengan malam kuning tetapi tidak berasa.


3.      CETACEUM
Malam yang dimurnikan , yang diperoleh  dari rongga badan ikan potvis terutama dari physeter macrocephalus,lac.
Bahan yang putih mentah, sedikit bening mengkilap dan berasa lemak dengan potongan hablur halus berbentuk lempengan dan bau yang sangat lemah yang tidak tengik.
Titik cair 43oC-47oC
Cetaceum mudah larut dalam eter dan dalam kloroform, kurang baik dalam petroleumeter.

4.      ASAM STEARAT
Fungsi                   : Pengemulsi, solubilizing agent
Kelarutan              : Larut dalam 1 : 5 bagian Benzena,
1 : 6 bagian CCL4
1 : 2 bagian Kloroform
1 : 15 bagian Etanol
1 : 3 bagian Eter
Praktis tidak larut air ( untuk zat murni ). Sangat mudah larut dalam Benzen, CCL4, Kloroform dan Eter. Larut dalam Etanol, Heksan, PEG, praktis tidak larut air ( untuk zat dimurnikan )
Titik lebur              : 66 – 69 oC
Pemerian               : Padat putih atau kuning pucat kadang agak mengkilat, kristal padat atau serbuk putih kekuningan, baunya menyengat dan rasanya seperti talk.
Konsentrasi           : 1 – 20 %
Incompatibilitas    : Inkompatible dengan oksigen
5.      TEA ( Trietanolamin )
Fungsi                    : Alkalizing agent, pengemulsi
Kelarutan              : & Didalam Aseton berbentuk misel pada suhu tertentu
& 1 : 24 Benzen, 1 : 63 Etil Eter berbentuk misel dalam Methanol, air, Karbon Tetra Klorida.
Titik lebur              : 20 – 21oC
Incompatibilitas    : Reaksi dengan Asam mineral, membentuk garam kristal dan Ester dalam Asam lemah tinggi, TEA membentuk garam yang terlarut dalam air dan membentuk karakter busa. TEA dapat beraksi dengan Coper membentuk garam kompleks.
ADI                       : 5 – 15 g / kg BB
Pemerian              : Jernih tak berwarna
Fungsi                   : Pelarut basis, ekstraktan dan pengawet, Kosolfen    water.misible
Kelarutan              : Membentuk misel dengan Aseton, Kloroform, Etanol (95 %), Gliserin dan air. Larut dalam 1 dalam 6 bagian Eter ;tidak membentuk misel dengan minyak dan minyak mineral tapi tereduksi dalam beberapa minyak essensial.
BJ                          : 1,038 g / cm3 pada suhu 20 oC
Incompatibilitas    : Incompatible dengan oxidizing seperti Potasium Permanganat
Konsentrasi           : Sebagai : Humectan (topikal)                        = 15 %
     Pengawet (semisolida)       = 15 – 30 %
     Solvent / kosolvent (topikal)          = 5 – 80 %


6.      Nipagin (Methyl Paraben)
Expient hal 340
pH : 3-6
Dalam larutan air Methyl Paraben pada pH 3-6, disterilkan dengan autoclave pada 120oC selama 20 menit.
ADI : 10 mg/kg BB
Kelarutan :   ethanol 1 dalam 2
                     Ethanol (95%) 1 dalam 3
                     Ethanol (50%) 1 dalam 6
                     Eter 1 dalam 10
                     Gliserin 1 dalam 60
                     Minyak mineral praktis tidak larut
                     Minyak kacang 1 dalam 200
                     Propilenglikol 1 dalam5
                     Air 1 dalam 400
                           1 dalam 50 pada 50oC
                           1 dalam 30 pada 80oC   
Nipagin       - digunakan sebagai pengawet pada kosmetik, produk makanan,      formulasi Pharmaceutical
-          campuran paraben digunakan untuk menghasilkan pengawet yang  efektif
-          efikasi pengawet yang ditingkatkan dengan penambahan 2-5% propilenglikol atau dengan penggunaan paraben dalam kombinasi dengan anti mikroba yang lain seperti imidurea.
-          Methyl paraben(0,18%) bersama dengan propil paraben (0,002%) digunakan sebagai jenis pengawet parenteral formulasi.


Penggunaan Nipagin
Konsentrasi
IM, IV, SC, injeksi
0,065-0,25
Inhalasi solution
0,025-0,07
Intradermal injection
0,10
Nasal solution
0,033
Optalmic preparation
0,015-0,2
Oral solution dan Suspensi
0,015-0,2
Rectal preparation
0,1-0,18
Topical preparation
0,02-0,3
Vaginal preparation
0,1-0,18













7.      Nipasol (Propyl Paraben)
Exipient hal 450
Dalam larutan air propil paraben pada pH 3-6 dapat disterilisasi dengan autoklav, tanpa dekomposisi, stabil pada pH 3-6. Dalam larutan air(kurang dari 10% dari dekomposisi).
ADI : 10 mg/kg BB
Propyl Paraben Kelarutan
Aseton                                    mudah larut
Etanol                                     1 dalam 1,1
Etanol                                     1 dalam 5,6
Eter                                         mudah larut
Gliserin                                   1 dalam 250
Minyak mineral                       1 dalam 3330
Minyak kacang                       1 dalam 70
Propilenglikol                         1 dalam 3,9
Propilenglikol (50%)               1 dalam 110
Air                                          1 dalam 4350 pada 150C
                                                1 dalam 2500
                                                1 dalam 225 pada 80oC
- Propilenglikol sebagai pengawet pada kosmetik, produk makanan, formulasi farmasetika, mungkin digunakan sendiri, kombinasi dengan ester paraben lain, atau dengan anti mikroba yang lain.
- Propil Paraben (0,02%) bersama dengan propil paraben (0,18%) dapat digunakan sebagai jenis pengawet.
Formualasi Parenteral Pharmaceutical
Penggunaan Nipasol
Konsentrasi
IM,IV,SC,Injeksi
0,005-0,02
Larutan inhalasi
0,015
Injeksi intadermal
0,02-0,20
Larutan nasal
0,017
Larutan oral suspensi
0,01-0,02
Rectal preparation
0,02-0,01
Topical preparation
0,01-0,6
Vaginal preparation
0,02-0,1
Ophtalmic preparation
0,05-0,01

8.      PROPILEN GLIKOL
Fungsi                   :     Pelarut basis, ekstraktan dan pengawet, Kosolfen    water.misible
Kelarutan              : Membentuk misel dengan Aseton, Kloroform, Etanol (95 %), Gliserin dan air. Larut dalam 1 dalam 6 bagian Eter ;tidak membentuk misel dengan minyak dan minyak mineral tapi tereduksi dalam beberapa minyak essensial.
BJ                          : 1,038 g / cm3 pada suhu 20 oC
Incompatibilitas    : Incompatible dengan oxidizing seperti Potasium Permanganat
Konsentrasi           : Sebagai : Humectan (topikal)                        = 15 %
  Pengawet (semisolida                                  = 15 – 30 %
  Solvent / kosolvent (topikal)                        = 5 – 80 %

Takaran Dosis Zat Aktif
a.       Takaran/dosis zat aktif
Penggunaan asam salisilat secara topikal sebagai krim adalah sebesar 2% dan dapat ditingkatkan hingga sekitar 6% jika diperlukan, digunakan sebagai keratolitik dan fungisida properties atau mengobati kulit akibat infeksi dermatofit (Martindale 35).
b.      Perhitungan
Setiap kemasan/tube berisi sediaan krim asam salisilat seberat 10 gram.
Maka bobot asam salisilat yang digunakan adalah:
     

Rancangan dan Penimbangan Bahan
No.
Bahan
Fungsi
%
Penimbangan
Kemasan10g (g)
Batch 100g (g)
1
Asam salisilat
Bahan aktif
2
0,2
2
2
Asam stearat
Pengemulsi, stabilizing agent o/w
5
0,5
5
3
Cetaceum
Basis krim
7
0.7
7
4
TEA
Alkalizing agent, pengemulsi
10
1
10
5
Cera Alba
Basis krim, stabilizing agent w/o
8
0,8
8
6
Nipagin
Pengawet
0,15
0,015
0,15
7
Nipasol
Pengawet
0,1
0,01
0,1
8
Propilenglikol
Kosolvent
5
0,5
5
9
Aquadest
Solvent
39,75
3,975
39,75
10
Alkohol
Kosolvent
1
0,1
1



CARA KERJA
Skala laboratorium
1. Timbang bahan no 2, 3, dan 5 (Asam stearat, cetaceum, dan cera alba), masukkan ke dalam cawan porselen.
2. Lebur bahan-bahan pada prosedur no (1) di atas water bath dengan suhu 70oC.
3. Timbang bahan no 6 dan 7 (Nipagin dan nipasol)
4. Larutkan bahan no 6 dan 7 dalam bahan no 8 (Propilen glikol)
5. Sediakan aquadest panas (bahan no 9).
6. Sediakan bahan no 1 (asam salisilat). Larutkan dalam sedikit etanol.
7. Larutkan hasil prosedur no (4) dan (6) ke dalam bahan no 9.
8. Sediakan bahan no 4, larutkan dalam hasil prosedur no (7).
9. Siapkan mortir hangat.
10. Masukkan hasil prosedur no (1) ke dalam mortir hangat.
11. Campurkan hasil prosedur no (8) ke no (10) pada suhu yang sama (+ 70oC) dengan diaduk.
12. Aduk hingga homogen dan dingin (+ 30oC).
13. Krim dimasukkan ke dalam kemasan.


Skala batch
1. Campur bahan-bahan no 2, 3, dan 5; dan lebur dengan pemanasan pada suhu 70oC.
2. Larutkan bahan no 6 dan 7 dalam bahan no 8; panaskan hingga suhu 70oC
3. Larutkan bahan no 1 ke dalam etanol, aliri dengan bahan no 9
4. Campurkan hasil prosedur no (2)  ke dalam hasil prosedur no (3); panaskan pada suhu 70oC
5. Campurkan bahan no 4; panaskan pada suhu 70oC.
6. Tambahkan hasil prosedur no (1); diaduk dengan kecepatan …rpm dan dipanaskan pada suhu 70oC.
7. Dinginkan dengan pengadukan lambat (+ 10 rpm) hingga suhu + 30oC.
8. Krim dimasukkan dalam kemasan-kemasan.

EVALUASI SEDIAAN
a.       Organoleptis
Alat : pengamatan bau, warna, dan terhadap bentuk sediaan.
Prinsip kerja : Evaluasi yang pertama dilakukan yaitu dengan melakukan pengamatan terhadap bau, warna dan bentuk sediaan.
b.      Pengujian PH
Alat : kertas PH indicator
Prinsip kerja : Untuk mengatur PH sediaan digunakan kertas PH indicator langsung  pada sediaan. Akan terjadi perubahan warna pada PH tertentu
(FI IV, p.1039)
c.       Pengujian viskositas
Alat : Viscotster VT-04
Prinsip kerja : cairan dimasukkan antara cup dan bob samapai temperature seimbang. Beban ditempatkan pada penggantung. Catat waktu untuk berputar 100x
( Remington 348)
d.      Pengujian berat jenis
Alat : piknometer
Prinsip kerja : masukkan air pada piknometer dan dihitung beratnya. Setelah itu masukkan 1 gram zat uji dan masukkan air sampai batas dan ukur beratnya. Selisih antara berat keduanya merupakan berat jenis dari zat uji.
e.       Penetapan kadar
Alat : KLT-Densitometer
Prinsip kerja : preparasi sampelnya dengan cara melarutkan dengan seksama sampel sehingga mengandung 2,5 gram asam salisilat. Larutkan sampai 10 ml. eluennya : CHCl3:etil asetat (2:15). Totolkan sampel pada pelat KLT sebanyak 4 µl. lakukan evaluasi dan dihitung nilai Rf nya. Serta bandingkan dengan standar.
f.       Homogenitas
Penentuan partikel droplet
Alat : mikroskop
Prinsip kerja: 0,01 gram sediaan diambil dari 3 tempat yang berbada. Tiap sampel diletakkan pada kaca objek, lalu dengan bantuan kaca objek lain dilihat dibawah mikroskop pada pembesaran 100 kali
 (Voight R 925)
g.      Daya sebar
Alat: Exitometer
Prinsip kerja: salep sebanyak 1gram diletakkan pada lempeng kaca berskala, lalu diatasnya ditutup lempeng kaca dan diberi beban 5 gram. Lalu didiamkan selama 2 menit. Kemudian beban ditambah 5 gram serta amati penyebaran yang terjadi.
(Voight R 978)
h.      Daya lekat
Alat : Object glass
Prinsip kerja : Krim dengan berat 0,25g diletakkan diatas 2 gelas object yang telah ditentukan kemudian ditekan dengan beban 1kg selama 5 menit. Setelah itu object glass dipasang pada alat tes. Alat tes diberi beban 80g dan kemudian dicatat waktu pelepasan. Krim dari gelas object.
i.        Pemilihan type emulsi
~ uji kelarutan zat pewarna
Zat warna larut air (metilen blue atau brilian blue CFC) dalam jumlah kecil, jika zat warna terlarut dan berdifusi homogeny pada fase external yang berupa air maka type emulsi adalah m/a
~ uji pengenceran
Emulsi diencerkan dengan air jika emulsi tercampur baik dengan air maka type emulsi adalah m/a. amati dengan mikroskop untuk melihat ada atau tidaknya ketidakcampurannya.
SPESIFIKASI SEDIAAN
No.
Parameter
Spesifikasi
1.
Organoleptis :
·         Bentuk
·         Warna
·         Bau

Krim
Putih
Tidak Berbau
2.
Viskositas
40-50 dPas
3.
Ph
6.4-7.1
4.
Daya Sebar
6 cm/10 gram
5.
Homogenitas
Homogen

PEMBAHASAN

            Pada praktikum ini dilakukan pembuatan krim dengan bahan aktif asam salisilat. Krim merupakan bentuk emulsi dengan konsistensi semisolida yang mempunyai viskositas yang lebih tinggi dibandingkan sediaan likuida. Bahan aktif yang kami gunakan mempunyai fungsi sebagai  keratolitikum dan anti fungi.
Asam salisilat merupakan hablur ringan, tidak berwarna atau serbuk berwarna putih, dan hampir tidak berbau, rasa agak manis dan tajam dan mempunyai kelarutan yaitu larut dalam 550 bagian air dan dalam 4 bagian etanol 95 % P, kemudian larut dalam klorofom P dan dalam eter P. larut dalam larutan amonium asetat P, dinatrium dihidrogen phospat P, kalium sitrat P dan natrium sitrat P dan mempunyai titik lebur 158,5 – 161 oC.
Sediaan krim dibagi menjadi dua tipe yaitu krim minyak dalam air (o/w) dan krim air dalam minyak (w/o). Sediaan yang kami buat yaitu krim tipe minyak dalam air.Krim dengan dasar emulsi minyak dalam air pemakaiannya bersifat lebih nyaman dan cosmetically karena relative tidak berminyak dan mudah tercuci dengan air.  Dalam sediaan krim terdapat dua fase yaitu satu fase sebagai pendispers dan fase lainnya sebagai fase terdispers. Fase air yang digunakan terdiri dari propilen glikol (sebagai Pelarut basis, ekstraktan dan pengawet, kosolven water, misible), TEA (sebagai Alkalizing agent, pengemulsi), nipagin dan nipasol (sebagai pengawet) dan air suling (sebagai pelarut). Sedangkan fase minyak yang digunakan dalam formula ini yaitu, cetaceum dan cera alba (sebagai basis), dan asam stearat (sebagai Pengemulsi, solubilizing agent). Bahan aktif dilarutkan dalam air mendidih dan dicampurkan pada fase air.
Setelah fase air dan fase minyak dibuat perlu diperhatikan masalah pencampurannya agar kedua fase tersebut dapat tercampur. Misalnya pada suhu masing-masing fase harus sama karena jika salah satu fase suhunya berbeda menyebabkan fase minyak dan air tidak dapat bercampur membentuk emulsi. Biasanya fase air dibuat suhu lebih tinggi karena suhunya lebih cepat turun dibandingkan fase minyak. Hal ini dilakukan untuk mencegah pemisahan. Dalam pembuatan emulsi hal yang juga harus diperhatikan yaitu konsentrasi emulgator yang digunakan untuk menyatukan fase air dan minyak. Konsentrasi emulgator yang digunakan  dalam formula kami yaitu asam stearat 15%. Penggunaan emulgator dalam sediaan krim tidak boleh menggangu stabilitas atau efikasi dari zat terapetik. Zat pengemulsi harus stabil dan tidak boleh terurai dalam preparat. Zat pengemulsi harus tidak toksik pada penggunaan yang dimaksud dan jumlahnya yang digunakan pada sediaan. Zat pengemulsi ini selain mempunyai kemampuan untuk membentuk emulsi juga berfungsi untuk menjaga stabilitas dari emulsi tersebut agar tercapai shelf life dari produk tersebut.
            Dari hasil krim yang kami buat dilakukan evaluasi, yaitu uji pH dan uji homogenitas. Dari uji pH diperoleh pH sediaan 7. Hal ini berarti sediaan yang kami buat cocok untuk digunakan pada kulit. Seperti yang kita ketahui bahwa pH kulit netral, sehingga apabila sediaan ini digunakan tidak akan menimbulkan iritasi. Sedangkan dari hasil uji homogenitas terlihat pada sediaan asam salisilat telah tercampur secara merata (homogen). Dalam pengujian viskositas, didapatkan hasilnya yaitu 45 dPas. Hasil ini telah sesuai dalam literature yaitu 40-50 dPas. Sedangkan dalam uji daya sebar didapatkan hasilnya 6 cm/10 gram.
            Dari keseluruhan uji – uji yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa sediaan krim yang kami buat telah memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan dan layak untuk dibuat dalam skala besar (industri).
KESIMPULAN
Dari hasil praktikum ini dapat disimpulkan bahwa :
  1. Krim adalah sediaan setengah padat, berupa emulsi mengandung air tidak kurang dari 60 % dan  dimaksudkan untuk pemakaian luar.
  2. Bahan aktif yang digunakan adalah Asam salisilat karena efek sampingnya tidak terlalu berbahaya. Asam salisilat hanya menyebabkan reaksi hipersensitifitas.
  3. Mekanisme kerja Asam salisilat yaitu memberikan efek keratolitik dan secara perlahan akan merusak sel epitel.
  4. Prosentase pada formula sangat menentukan formulasi akhir sedian. Dalam pembuatan kream perlu diperhatikan tingkat pemanasan dan pengadukannya.
  5. Persyaratan pH pada sediaan kream yaitu 6,4-7,1, sedangkan pH pada sediaan kami sebesar 7. Hal ini berarti sediaan kami layak atau memenuhi persyaratan.
  6. sediaan krim yang kami buat ditujukan untuk mengoibati penyakit luar (kulit yang disebabkan oleh jamur (fungi).
  7. Sediaan Krim yang kami buat sesuai dengan spesifikasi sediaan yang diinginkan, sehingga layak untuk dibuat dalam skala (besar) industri.

Rancangan Etiket
1.      Nama obat jadi
2.      Bobot netto/volume/isi
3.      Komposisi obat
4.      Nama industri farmasi
5.      Alamat industri farmasi
6.      Nomor pendaftaran
7.      Nomor btach
8.      Tanggal kadaluwarsa
9.      Indikasi
10.  Kontraindikasi
11.  Cara penggunaan
12.  Cara penyimpanan
13.  Tanda peringatan OBT
14.  Tanda peringatan harus dengan resep dokter
15.  Lingkaran tanda khusus obat keras/bebas/OBT

Rancangan brosur
1.      Nama obat jadi
2.      Bobot netto/volume/isi
3.      Komposisi obat
4.      Nama industri farmasi
5.      Alamat industri farmasi
6.      Nomor pendaftaran
7.      Dosis
8.      Tanggal kadaluwarsa
9.      Indikasi
10.  Kontraindikasi
11.  Efek samping
12.  Interaksi obat
13.  Peringatan/perhatian
14.  Cara penggunaan
15.  Cara penyimpanan
16.  Cara kerja/Farmakologi
17.  Tanda peringatan OBT
18.  Tanda peringatan harus dengan resep dokter
19.  Lingkaran tanda khusus obat keras/bebas/OBT

RANCANGAN KEMASAN
Rancangan kemasan skunder
1.      Nama obat jadi
2.      Konsistensi sediaan
3.      Bobot netto/volume/isi
4.      Kandungan bahan aktif
5.      Komposisi obat
6.      Nama industri farmasi
7.      Alamat industri farmasi
8.      Nomor pendaftaran
9.      Dosis dan aturan pakai
10.  Tanggal kadaluwarsa
11.  Indikasi
12.  Kontraindikasi
13.  Efek samping
14.  Interaksi obat
15.  Peringatan/perhatian
16.  Cara penggunaan
17.  Cara penyimpanan
18.  Cara kerja/Farmakologi
19.  Tanda peringatan OBT
20.  Tanda peringatan harus dengan resep dokter
21.  Lingkaran tanda khusus obat keras/bebas/OBT


DAFTAR PUSTAKA
Anief, Moch. 1997. Ilmu Meracik Obat Teori Dan Praktek. Yogyakarta; Gadjah Mada University Press.
Anonim. 1979. Farmakope Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta; Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Anonim. 2000. Informatorium Obat Nasional Indonesia. Jakarta; Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.
Ansel, Howard C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi Keempat. Jakarta; Universitas Indonesia.

Kibbe, Arthur H. 2000. Handbook of Pharmaceutical. London; United Kingdom.

Lachman, Leon dkk. 1994. Teori Dan Praktek Farmasi Industri Edisi Ketiga. Jakarta; Universitas Indonesia.

Reynolds, James E.F. 1982. Martindale The Extra Pharmacopoeid.Book 2. London; The Pharmaceutical Press.