I.
TUJUAN
Membuat dan mengevaluasi sediaan krim asam salisilat.
II.
DASAR
TEORI
Pada
permukaan kulit ada lapidan dari bahan yag di emulsika terdiri dari campuran
kompleks dari cairan berlemak, keringat, dan lapisan tanduk yang dapat
terkelupas, yang terakhir dari lapisan sel epidermis yang telah mati yang
disebut lapisan tanduk atau stratum corneum da letaknya langsung di bawah
lapisan yang diemulsikan. Di bawah lapisan tanduk decara teratur ada lapisan
pernghak\lang epidermis yang hidup atau disedut stratum germinativum, dan
dermis atau kulit sesungguhnya.
Pembuluh darah kapiler dan
serabut-serabut saraf timbul dari jaringan lemak subkutan masuk kedalam dermis
dan sampai pada epidermis. Kelenjar keringat berada pada kelenjar subkutan
menghasilkan produknya denagan cara pembuluh keringat menemukan jalannya ke
permukaan kulit. kelenjar lemak dan folikel rambut yang berpangkal pada dermis
dan lapisan subkutan juga menemukan jalannya kepermukaan dan nampak seperti
pembuluh dan rambut berturut-turut.
Mungkin obat dapat mempenetrasi
kulit yang utuh detelah pemakaian topikal melalui dinding folikel rambut,
kelenjar keringat, atau kelenjar lemak atau antara sel-sel dari selaput tanduk.
Sebenarnya dahan obat yang dipakai mudah
memasuki kulit yang rusak atau pecah-pecah, akan tetapi sesungguhnya penetrasi
semacam itu bukan absorpsi permutan yang besar.
Apabila kulit luka maka cara utama
untuk penetrasi obat umumnya melalui lapisan epidermis, lebih baik dari pada
melalui folikel rambut atau kelenjar keringat, karena luas permukaan yang
terakhir ini lebih kecil bila dibandingkan dengan daerahkulit yang tidak
mengandumg elemen anatomi ini. Selaput yang tidak menutupi lapisan tanduk
umumnya tidak terus menerus dan sebenarnya tidak mempunyai daya tahan terhadap
penetrasi. Karena susunan dari dermacam-macam selaput dengan proporsi lemak dan
keringat yang diproduksi dan derajat daya lepasnya melalui pencucian dan
penguapan keringat. Selaput bukan penghalang yang sesungguhnya, terhadap
pemindahan obat delama tidak memiliki komposisi, ketebalan atau kelanjutan yang
tertentu.
Absorpsi perkutan suatu obat pada
umumnya disebabkan oleh penetrasi langsung obat melalui stratum corneum 10-15mm,
tebal lapisan datar mengeringkan sebagian demi sebagian jaringan mati yang
membentuk permukaan kulit yang paling luar. Stratum corneum terdiri dari kurang
lebih 40%
protein dan 40%air dengan lemak berupa
perimbangannya terutama debagai trigliserida, adam lemak bebas, kolesterol, dan
fosfat lemak. Kandungan lemak dipekatkan dalam fase ekstravaskuler
stratumcorneum dan debegitu jauh akan membentuk membran yang mengelilingi sel.
Komponen lemak dipandang sebagai faktor utama yang decara langdung bertanggung
jawabterhadap rendahnya penetrasi obat melalui stratum corneum. Sekali molekul
obat melalui stratum corneum kemudian dapat terus melalui selaput epidermis
yang lebih dalam dan masuk ke dermis, apabila obat mencapai lapisan pembuluh
kulit maka obat tersebut siap untuk diabsorpsi ke dalam sirkulasi umum.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi abdorpsi perkutan diantaranya :
·
Obat yang dicampur dalam pembawa tertentu
harus bersatu pada permukaan kulit dalam konsentrasi yang cukup.
·
Konsentrasi
obat umumnya merupakan faktor yang penting, jumlah obat yang diabsorpsi secara
perkutan perunit luas permukaan setiap periode waktu.
·
Semakin
banyak obat diserap dengan cara absorpsi perkutan apabila bahan obat dipakai
pada permukaan yang lebih luas.
·
Bahan
obat harus mempunyai suatu daya tarik fisiologi yang lebih besar pada kulit
dari pada terhadap pembawa.
·
Beberapa
derajat kelarutan bahan obat baik dalam minyak dan air dipandang penting untuk
effektifitas absorpsi perkutan.
·
Absorpsi
obat nampaknya ditingkatkan dari pembawa yang dapat dengan mudah menyebar
dipermukaan kulit, sesudah dicampur dengan cairan berlemak dan pembawa obat
untuk berhubungan dengan jaringan sel untuk absorpsi.
·
Pembawa
yang meningkaykan jumlah uap air yang ditahan kulit umumnya cenderung baik bagi
absopsi pelarut obat.
·
Hidrasi
dari kulit merupakan fakta yang paling penting dalam absorpsi perkutan.
·
Hidrasi
kulit bukan hanya dipengaruhi oleh jenis pembawa tetapi juga oleh ada tidaknya
pembungkus dan sejanisnya ketika pemakaian obat.
·
Pada
umumnya penggosokan atau pengolesan waktu pemakaian pada kulit akan
meningkatkan jumlah obat yang diabsorpsi dan semakin lama pengolesan dengan
digosok-gosok maka semakin banyak pula obat yang yang diabsorpsi.
Salah
satu bentuk sediaan transdermal adalah krim. Krim adalah cairan kental atau
emulsi setengah padat, baik tipe air dalam minyak atau minyak dalam air. Krim
biasanya dipakai sebagai emulien atau pemakaian obat pada kulit. Istilah krim
secara luas digunakan dalam farmasi dan industri kosmetik, dan banyak produk
dalam perdagangan disebut sebagai krim tetapi tidak sesuai dengan divensi di
atas. Banyak hasil produksi yang nampaknya deperti krim tetapi tidak mempunyai
dasar dengan jenis emulsi, biasanya disebut krim. Apa yang dimaksud dengan
vanissing krim umumnya merupakan emulsi lemk dalam air, mengandung air dalam
penetrasi ysng besar dalam asam stearat. Setelah pemakaian krim air menguap
meninggalkan sisa berupa selaput asam stearat yang tipis.
Banyak
dokter dan pasien lebih suka krim sari pada salep untuk satu hal umumnya mudah
menyebar rata dan dalam hal krim dari emulsi jenis minyak dalam air lebih mudah
dibersihkan dari pada kebanyakan salep. Pabrik farmasi sering memasarkan
preparat tropikalnya dalam bentuk dasar krim maupun salep kedua-duanya untuk
memuaskan kesukaan dokter dan pasien.
Penggunaan krim yaitu :
·
Sebagai
sediaan pembawa untuk melindungi kulit.
·
Kemungkinan
digunakan sebagai barier fisika atau kimia pada sedaiaan krim.
·
Pertolongan
pertama pada bahan pelembab khususnya air dalam minyak.
·
Pembersih.
·
Mempunyai
efek emulien.
·
Sebagai
pembawa untuk bahan-bahan obat seperti anastesi local, anti inflamasi (
NASID atau kortikosteroid ), hormon anti biotik, anti fungi, atau anti iritasi.
PEMILIHAN BAHAN AKTIF
no
|
Bahan aktif
|
Efek utama
|
Efek samping
|
Karakteristik
fisika
|
Karakteristik
kimia
|
Sifat lain
|
1
|
Asam salisilat
|
Pengobatan
topical keratolitik, antifungi ( Tinea
pedis dan Tinea kapitis)
pengobatan hiperkeratolitik, antiacne mengobati iritasi kimiawi , dan
meringankan gatal – gatal.
( Farmakologi
dan Terapi edisi V, 234)
|
Reaksi
hipersensitifitas dan dermatitis.
Iritasi ringan
pada daerah pemakaian.
Iritasi kulit
(jangka panjang).
(Farmakologi
dan Terapi edisi V , 234)
|
Hablur putih,
biasanya berbentuk jarum, halus, putih , rasa agak manis, tajam , dan stabil
di udara( FI IV : 51)
Larut dalam
550 bagian air dan dalam 4 bagian etanol ( 95%)p mudah larut dalam kloroform
p dan dalam eter p, larut dalam ammonium asetat p, dinatrium hidrogenfosfat
p, kalium sitrat p, dan natrium sitrat p.
Titik lebur
antara 158° - 161° C
Sisa pemijaran
tidak lebih dari 0,1 %
( FI III, 56 –
57)
|
Mengandung
tidak kurang dari 99,5 % C7H6O3
BM = 138,12
Rumus = C7H6O3
( FI III , 56
– 57)
|
Tidak
direkomendasikan untuk anak – anak karena menyebabkan reye sindrom pada
penggunaan per oral
( martindale)
|
2
|
Metil
salisilat
|
Anti iritan
Analgesic ( counter
iritan)
Antiinflamasi
( martindale)
|
Intoksikasi
salisilat dapat terjadi diikuti ingesti atau aplikasi topical dari metal
salisilat
|
Cairan tidak
berwarna, kekuningan atau kemerahan , berbau khas dan rasa seperti gandapura
( FI IV : 551)
Sukar larut dalam
air , larut dalam etanol dan dalam asam asetat glacial
( FI IV : 551)
|
Mengandung
tidak kurang dari 98,0 % dan tidak lebih dari 100,5% C8H8O3
BM : 152,15
Rumus : C8H8O3
( FI IV: 551)
|
Tidak
direkomendasikan untuk anak – anak karena menyebabkan reye sindrom pada
penggunaan per oral
( martindale)
|
3
|
Sodium
salisilat
|
Antipiretik
dan analgesic ( FI III : 424)
Antiinflamasi ( martindale)
|
|
Kristal kecil
tidak berwarna ; serbuk Kristal berwarna putih; tidak berbau atau berbau khas
lemah ; rasa manis, asin , dan tidak enak.
Sangat larut
dalam air dan sukar larut dalam alcohol ( martindale)
Larut dalam 2
bag. Etanol 95 % ( FI III 424)
|
Mengandung
tidak kurang dari 99,5 % C7H3NaO3
BM : 160,11
( FI III :
424)
|
Tidak
direkomendasikan untuk anak – anak karena menyebabkan reye sindrom pada
penggunaan per oral
( martindale)
|
Dari table di atas , bahan aktif
terpilih adalah asam salisilat
Alasan pemilihan :
·
Asam salisilat dapat
memberikan afek keratolitikum, antifungi, dan dapat digunakan untuk pemakaian
topical, hiperkeratolitikum, dan kulit bersisik.
·
Untuk pengobatan
antifungi hanya dikhususkan pada mikosis superficial, seperti panu, kadas
kurap, kutu air, jadi bahan aktif asam salisilat sangat cocok karena punya efek
keratolitikum ( mengelupaskan keratin yang menginfeksi jamur secara perlahan)
·
Asam salisilat
diabsorbsi cepat dari kulit sehat, terutama bila, dipakai sebagai obat gosok
atau krim,. Keracunan dapat terjadi dengan olesan pada kulit yang luas.
PEMILIHAN BENTUK
SEDIAAN
·
Target
yang dituju : Epidermis
dan dermis
·
Tujuan
Terapi : Lokal
·
Kemungkinan
rute penetrasi yang dilalui oleh bahan aktif, yaitu Jaringan epidermis dan
stratum korneum.
·
bentuk
sediaan yang dipilih : Sediaan bentuk
krim
·
Alasan
pemilihan sediaan bentuk krim, antara lain yaitu :
a. Acceptability krim
lebih tinggi daripada sediaan salep
b. Sediaan krim tidak
lengket dan dapat memberikan efek dingin
c. Mudah dihilangkan
dan dicuci dengan air
d. Memiliki daya sebar
dan absorpsi yang baik.
PERSYARATAN MUTU
Sediaan yang
dibuat harus memenuhi persyaratan mutu yang setara dengan ketentuan USP dan
memperhatikan kriteria pendaftaran obat jadi Depkes RI.
Persyaratan mutu
:
a. Aman
Aman
artinya sediaan yang dibuat harus aman secara fisiologis maupun psikologis dan
dapat meminimalisirsuatu efek samping sehingga tidak lebih toksik dari bahan
aktif yang belum diformulasi. Bahan sediaan farmasi merupakan senyawa kimia
yang mempunyai karakteristik fisikokimia yang berhubungan dengan efek
farmakologis. Perubahan sedikit saja pada karakterisasi tersebut dapat menyebabkan
perubahan farmakokinetika, farmakodinamika suatu senyawa.
b. Efektif
Efektif
dapat diartikan sebagai sejumlah kecil obat yang diberikan pada pasien mampu
memberikan efek yang maksimal dan optimal. Jumlah atau dosis pemakaian sekali
pakai, sehari, dan selama pengobatan (kurun waktu) harus mampu untuk mencapai
reseptor dan menimbulkan respons farmakologis.
Sediaan
efektif adalah sediaan bila digunakan sesuai aturan yang disarankan dengan
aturan pakai menghasilkan efek farmakologis yang optimal untuk tiap bentuk
sediaan dengan efek samping minimal.
c. Stabil
1. Stabilitas
fisika
Sifat-sifat fisika seperti
organoleptis, keseragaman, kelarutan, dan viskositas tidak berubah. (USP XII,
p.1703)
2. Stabilitas
kimia
Secara kimia inert sehingga tidak
menimbulkan perubahan warna, pH, dan bentuk sediaan (USP XII, p.1703). Sediaan
dibuat pada pH 3-6 diharapkan tidak mengalami perubahan potensi.
3. Stabilitas
mikrobiologi
Tidak ditemukan pertumbuhan
mikroorganisme selama waktu edar. Jika mengandung pengawet, harus tetap efektif
selama waktu edar. Mikroorganisme yang tidak boleh ditemukan pada sediaan:
Salmonella sp., E. coli, Enterobacter sp., P. aeruginosa, Clostridium sp.,
Candida albicans (Lachman, p.468).
4. Stabilitas
toksikologi
Pada penyimpanan maupun pemakaian
tidak boleh ada kenaikan toksisitas (USP XII, p.1703)
5. Stabilitas
farmakologis
Selama penyimpanan dan pemakaian,
efek terapetiknya harus tetap sama (USP XII p.1703).
STUDI PRAFORMULASI BAHAN
AKTIF DAN BAHAN TAMBAHAN YANG AKAN DI
FORMULASI
1.
ACIDUM
SALICYLICUM ( Asam Salisilat )
Fungsi :
Bahan aktif ( Keratolitikum, anti fungi )
Kelarutan : Larut dalam
550 bagian air dan dalam 4 bagian Etanol 95 % P, kemudian larut dalam Klorofom
P dan dalam Eter P. Larut dalam larutan Amonium Asetat P, Dinatrium dihidrogen
Phospat P, Kalium Sitrat P dan Natrium Sitrat P.
Titik Lebur :
158,5 – 161 oC
Pemerian :
Hablur ringan, tidak berwarna atau serbuk berwarna putih, dan hampir tidak
berbau, rasa agak manis dan tajam.
2.
CERA
ALBA
Fungsi :
Basis krim, stabilizing agnet ( W / O )
Kelarutan : Larut dalam Kloroform, Eter, Minyak,
Minyak mengup dan Karbon Disulfid
hangat. Sedikit larut dalam Etanol 95 %. Praktis tidak larut dalam air.
Incompatibilitas :
Inkompatible dengan oksigen.
Titik lebur :
61 – 65 oC
Konsentrasi :
5 – 20 %
Pemerian : Tidak berasa,
berwarna putih atau kuning telur, bentuk granul berupa fine atau sheet dengan
bentuk warna jernih. Rasa hampir sama dengan
malam kuning tetapi tidak berasa.
3.
CETACEUM
Malam yang dimurnikan , yang diperoleh dari rongga badan ikan potvis terutama dari
physeter macrocephalus,lac.
Bahan yang putih mentah, sedikit bening mengkilap
dan berasa lemak dengan potongan hablur halus berbentuk lempengan dan bau yang
sangat lemah yang tidak tengik.
Titik cair 43oC-47oC
Cetaceum mudah larut dalam eter dan dalam kloroform,
kurang baik dalam petroleumeter.
4.
ASAM
STEARAT
Fungsi :
Pengemulsi, solubilizing agent
Kelarutan :
Larut dalam 1 : 5 bagian Benzena,
1 : 6 bagian CCL4
1 : 2 bagian
Kloroform
1 : 15 bagian
Etanol
1 : 3 bagian Eter
Praktis tidak larut air ( untuk zat murni ). Sangat mudah
larut dalam Benzen, CCL4, Kloroform dan Eter. Larut dalam Etanol,
Heksan, PEG, praktis tidak larut air ( untuk zat dimurnikan )
Titik lebur :
66 – 69 oC
Pemerian : Padat putih atau kuning pucat
kadang agak mengkilat, kristal padat atau serbuk putih kekuningan, baunya
menyengat dan rasanya seperti talk.
Konsentrasi :
1 – 20 %
Incompatibilitas :
Inkompatible dengan oksigen
5.
TEA
( Trietanolamin )
Fungsi : Alkalizing agent, pengemulsi
Kelarutan
: & Didalam Aseton berbentuk misel pada suhu tertentu
& 1 : 24 Benzen, 1 : 63 Etil Eter berbentuk misel dalam
Methanol, air, Karbon Tetra Klorida.
Titik lebur :
20 – 21oC
Incompatibilitas : Reaksi dengan
Asam mineral, membentuk garam kristal dan Ester dalam Asam lemah tinggi, TEA
membentuk garam yang terlarut dalam air dan membentuk karakter busa. TEA dapat
beraksi dengan Coper membentuk garam kompleks.
ADI :
5 – 15 g / kg BB
Pemerian : Jernih tak berwarna
Fungsi :
Pelarut basis, ekstraktan dan pengawet, Kosolfen water.misible
Kelarutan : Membentuk
misel dengan Aseton, Kloroform, Etanol (95 %), Gliserin dan air. Larut dalam 1
dalam 6 bagian Eter ;tidak membentuk misel dengan minyak dan minyak mineral
tapi tereduksi dalam beberapa minyak essensial.
BJ :
1,038 g / cm3 pada suhu 20 oC
Incompatibilitas :
Incompatible dengan oxidizing seperti Potasium Permanganat
Konsentrasi :
Sebagai : Humectan (topikal) =
15 %
Pengawet
(semisolida) = 15 – 30 %
Solvent / kosolvent (topikal) = 5 – 80 %
6.
Nipagin (Methyl Paraben)
Expient hal 340
pH : 3-6
Dalam larutan air Methyl Paraben pada pH 3-6, disterilkan
dengan autoclave pada 120oC selama 20 menit.
ADI : 10 mg/kg BB
Kelarutan : ethanol 1 dalam 2
Ethanol (95%) 1 dalam 3
Ethanol (50%) 1 dalam 6
Eter 1 dalam 10
Gliserin 1 dalam 60
Minyak mineral praktis
tidak larut
Minyak kacang 1 dalam 200
Propilenglikol 1 dalam5
Air 1 dalam 400
1 dalam 50 pada 50oC
1 dalam 30 pada 80oC
Nipagin - digunakan sebagai pengawet pada
kosmetik, produk makanan, formulasi
Pharmaceutical
-
campuran
paraben digunakan untuk menghasilkan pengawet yang efektif
-
efikasi
pengawet yang ditingkatkan dengan penambahan 2-5% propilenglikol atau dengan
penggunaan paraben dalam kombinasi dengan anti mikroba yang lain seperti
imidurea.
-
Methyl
paraben(0,18%) bersama dengan propil paraben (0,002%) digunakan sebagai jenis
pengawet parenteral formulasi.
Penggunaan Nipagin
|
Konsentrasi
|
IM, IV, SC, injeksi
|
0,065-0,25
|
Inhalasi solution
|
0,025-0,07
|
Intradermal injection
|
0,10
|
Nasal solution
|
0,033
|
Optalmic preparation
|
0,015-0,2
|
Oral solution dan Suspensi
|
0,015-0,2
|
Rectal preparation
|
0,1-0,18
|
Topical preparation
|
0,02-0,3
|
Vaginal preparation
|
0,1-0,18
|
7.
Nipasol (Propyl Paraben)
Exipient hal 450
Dalam larutan air propil paraben pada pH 3-6 dapat
disterilisasi dengan autoklav, tanpa dekomposisi, stabil pada pH 3-6. Dalam
larutan air(kurang dari 10% dari dekomposisi).
ADI : 10 mg/kg BB
Propyl Paraben Kelarutan
Aseton mudah larut
Etanol 1 dalam 1,1
Etanol 1 dalam 5,6
Eter mudah
larut
Gliserin 1 dalam 250
Minyak mineral 1 dalam 3330
Minyak kacang 1 dalam 70
Propilenglikol 1 dalam 3,9
Propilenglikol
(50%) 1 dalam 110
Air 1
dalam 4350 pada 150C
1
dalam 2500
1
dalam 225 pada 80oC
- Propilenglikol sebagai
pengawet pada kosmetik, produk makanan, formulasi farmasetika, mungkin
digunakan sendiri, kombinasi dengan ester paraben lain, atau dengan anti
mikroba yang lain.
- Propil Paraben (0,02%)
bersama dengan propil paraben (0,18%) dapat digunakan sebagai jenis pengawet.
Formualasi Parenteral
Pharmaceutical
Penggunaan Nipasol
|
Konsentrasi
|
IM,IV,SC,Injeksi
|
0,005-0,02
|
Larutan inhalasi
|
0,015
|
Injeksi intadermal
|
0,02-0,20
|
Larutan nasal
|
0,017
|
Larutan oral suspensi
|
0,01-0,02
|
Rectal preparation
|
0,02-0,01
|
Topical preparation
|
0,01-0,6
|
Vaginal preparation
|
0,02-0,1
|
Ophtalmic preparation
|
0,05-0,01
|
8.
PROPILEN
GLIKOL
Fungsi : Pelarut basis, ekstraktan dan pengawet,
Kosolfen water.misible
Kelarutan : Membentuk
misel dengan Aseton, Kloroform, Etanol (95 %), Gliserin dan air. Larut dalam 1
dalam 6 bagian Eter ;tidak membentuk misel dengan minyak dan minyak mineral
tapi tereduksi dalam beberapa minyak essensial.
BJ :
1,038 g / cm3 pada suhu 20 oC
Incompatibilitas :
Incompatible dengan oxidizing seperti Potasium Permanganat
Konsentrasi :
Sebagai : Humectan (topikal)
= 15 %
Pengawet
(semisolida = 15 – 30 %
Solvent /
kosolvent (topikal) = 5 – 80 %
Takaran Dosis Zat Aktif
a. Takaran/dosis
zat aktif
Penggunaan
asam salisilat secara topikal sebagai krim adalah sebesar 2% dan dapat ditingkatkan
hingga sekitar 6%
jika diperlukan, digunakan sebagai keratolitik dan fungisida properties atau
mengobati kulit akibat infeksi dermatofit (Martindale 35).
b. Perhitungan
Setiap
kemasan/tube berisi sediaan krim asam salisilat seberat 10 gram.
Maka
bobot asam salisilat yang digunakan adalah:
Rancangan
dan Penimbangan Bahan
No.
|
Bahan
|
Fungsi
|
%
|
Penimbangan
|
Kemasan10g
(g)
|
Batch
100g (g)
|
1
|
Asam salisilat
|
Bahan aktif
|
2
|
0,2
|
2
|
2
|
Asam stearat
|
Pengemulsi, stabilizing agent o/w
|
5
|
0,5
|
5
|
3
|
Cetaceum
|
Basis krim
|
7
|
0.7
|
7
|
4
|
TEA
|
Alkalizing agent, pengemulsi
|
10
|
1
|
10
|
5
|
Cera Alba
|
Basis krim, stabilizing agent w/o
|
8
|
0,8
|
8
|
6
|
Nipagin
|
Pengawet
|
0,15
|
0,015
|
0,15
|
7
|
Nipasol
|
Pengawet
|
0,1
|
0,01
|
0,1
|
8
|
Propilenglikol
|
Kosolvent
|
5
|
0,5
|
5
|
9
|
Aquadest
|
Solvent
|
39,75
|
3,975
|
39,75
|
10
|
Alkohol
|
Kosolvent
|
1
|
0,1
|
1
|
CARA KERJA
Skala
laboratorium
1. Timbang bahan
no 2, 3, dan 5 (Asam stearat, cetaceum, dan cera alba), masukkan ke dalam cawan
porselen.
2. Lebur
bahan-bahan pada prosedur no (1) di atas water bath dengan suhu 70oC.
3. Timbang bahan
no 6 dan 7 (Nipagin dan nipasol)
4. Larutkan
bahan no 6 dan 7 dalam bahan no 8 (Propilen glikol)
5. Sediakan
aquadest panas (bahan no 9).
6. Sediakan
bahan no 1 (asam salisilat). Larutkan dalam sedikit etanol.
7. Larutkan
hasil prosedur no (4) dan (6) ke dalam bahan no 9.
8. Sediakan
bahan no 4, larutkan dalam hasil prosedur no (7).
9. Siapkan
mortir hangat.
10. Masukkan
hasil prosedur no (1) ke dalam mortir hangat.
11. Campurkan
hasil prosedur no (8) ke no (10) pada suhu yang sama (+ 70oC)
dengan diaduk.
12. Aduk hingga
homogen dan dingin (+ 30oC).
13. Krim
dimasukkan ke dalam kemasan.
Skala batch
1. Campur
bahan-bahan no 2, 3, dan 5; dan lebur dengan pemanasan pada suhu 70oC.
2. Larutkan
bahan no 6 dan 7 dalam bahan no 8; panaskan hingga suhu 70oC
3. Larutkan
bahan no 1 ke dalam etanol, aliri dengan bahan no 9
4. Campurkan
hasil prosedur no (2) ke dalam hasil
prosedur no (3); panaskan pada suhu 70oC
5. Campurkan
bahan no 4; panaskan pada suhu 70oC.
6. Tambahkan
hasil prosedur no (1); diaduk dengan kecepatan …rpm dan dipanaskan pada suhu 70oC.
7. Dinginkan
dengan pengadukan lambat (+ 10 rpm) hingga suhu + 30oC.
8. Krim
dimasukkan dalam kemasan-kemasan.
EVALUASI SEDIAAN
a. Organoleptis
Alat
: pengamatan bau, warna, dan terhadap bentuk sediaan.
Prinsip
kerja : Evaluasi yang pertama dilakukan yaitu dengan melakukan pengamatan
terhadap bau, warna dan bentuk sediaan.
b. Pengujian
PH
Alat
: kertas PH indicator
Prinsip
kerja : Untuk mengatur PH sediaan digunakan kertas PH indicator langsung pada sediaan. Akan terjadi perubahan warna
pada PH tertentu
(FI
IV, p.1039)
c. Pengujian
viskositas
Alat
: Viscotster VT-04
Prinsip
kerja : cairan dimasukkan antara cup dan bob samapai temperature seimbang.
Beban ditempatkan pada penggantung. Catat waktu untuk berputar 100x
(
Remington 348)
d. Pengujian
berat jenis
Alat
: piknometer
Prinsip
kerja : masukkan air pada piknometer dan dihitung beratnya. Setelah itu
masukkan 1 gram zat uji dan masukkan air sampai batas dan ukur beratnya.
Selisih antara berat keduanya merupakan berat jenis dari zat uji.
e. Penetapan
kadar
Alat
: KLT-Densitometer
Prinsip
kerja : preparasi sampelnya dengan cara melarutkan dengan seksama sampel
sehingga mengandung 2,5 gram asam salisilat. Larutkan sampai 10 ml. eluennya :
CHCl3:etil asetat (2:15). Totolkan sampel pada pelat KLT sebanyak 4
µl. lakukan evaluasi dan dihitung nilai Rf nya. Serta bandingkan dengan
standar.
f. Homogenitas
Penentuan
partikel droplet
Alat
: mikroskop
Prinsip
kerja: 0,01 gram sediaan diambil dari 3 tempat yang berbada. Tiap sampel
diletakkan pada kaca objek, lalu dengan bantuan kaca objek lain dilihat dibawah
mikroskop pada pembesaran 100 kali
(Voight R 925)
g. Daya
sebar
Alat:
Exitometer
Prinsip
kerja: salep sebanyak 1gram diletakkan pada lempeng kaca berskala, lalu
diatasnya ditutup lempeng kaca dan diberi beban 5 gram. Lalu didiamkan selama 2
menit. Kemudian beban ditambah 5 gram serta amati penyebaran yang terjadi.
(Voight
R 978)
h. Daya
lekat
Alat
: Object glass
Prinsip
kerja : Krim dengan berat 0,25g diletakkan diatas 2 gelas object yang telah
ditentukan kemudian ditekan dengan beban 1kg selama 5 menit. Setelah itu object
glass dipasang pada alat tes. Alat tes diberi beban 80g dan kemudian dicatat
waktu pelepasan. Krim dari gelas object.
i.
Pemilihan type emulsi
~
uji kelarutan zat pewarna
Zat
warna larut air (metilen blue atau brilian blue CFC) dalam jumlah kecil, jika
zat warna terlarut dan berdifusi homogeny pada fase external yang berupa air
maka type emulsi adalah m/a
~
uji pengenceran
Emulsi
diencerkan dengan air jika emulsi tercampur baik dengan air maka type emulsi
adalah m/a. amati dengan mikroskop untuk melihat ada atau tidaknya ketidakcampurannya.
SPESIFIKASI
SEDIAAN
No.
|
Parameter
|
Spesifikasi
|
1.
|
Organoleptis
:
·
Bentuk
·
Warna
·
Bau
|
Krim
Putih
Tidak
Berbau
|
2.
|
Viskositas
|
40-50
dPas
|
3.
|
Ph
|
6.4-7.1
|
4.
|
Daya
Sebar
|
6
cm/10 gram
|
5.
|
Homogenitas
|
Homogen
|
PEMBAHASAN
Pada praktikum ini dilakukan
pembuatan krim dengan bahan aktif asam salisilat. Krim merupakan bentuk emulsi
dengan konsistensi semisolida yang mempunyai viskositas yang lebih tinggi
dibandingkan sediaan likuida. Bahan aktif yang kami gunakan mempunyai fungsi
sebagai keratolitikum dan anti fungi.
Asam
salisilat merupakan hablur ringan, tidak berwarna atau serbuk berwarna putih,
dan hampir tidak berbau, rasa agak manis dan tajam dan mempunyai kelarutan
yaitu larut dalam 550 bagian air dan dalam 4 bagian etanol 95 % P, kemudian
larut dalam klorofom P dan dalam eter P. larut dalam larutan amonium asetat P,
dinatrium dihidrogen phospat P, kalium sitrat P dan natrium sitrat P dan
mempunyai titik lebur 158,5 – 161 oC.
Sediaan
krim dibagi menjadi dua tipe yaitu krim minyak dalam air (o/w) dan krim air
dalam minyak (w/o). Sediaan yang kami buat yaitu krim tipe minyak dalam
air.Krim dengan dasar emulsi minyak dalam air pemakaiannya bersifat lebih
nyaman dan cosmetically karena relative tidak berminyak dan mudah tercuci
dengan air. Dalam sediaan krim terdapat
dua fase yaitu satu fase sebagai pendispers dan fase lainnya sebagai fase
terdispers. Fase air yang digunakan terdiri dari propilen glikol (sebagai
Pelarut basis, ekstraktan dan pengawet, kosolven water, misible), TEA (sebagai
Alkalizing agent, pengemulsi), nipagin dan nipasol (sebagai pengawet) dan air
suling (sebagai pelarut). Sedangkan fase minyak yang digunakan dalam formula
ini yaitu, cetaceum dan cera alba (sebagai basis), dan asam stearat (sebagai
Pengemulsi, solubilizing agent). Bahan aktif dilarutkan dalam air mendidih dan
dicampurkan pada fase air.
Setelah
fase air dan fase minyak dibuat perlu diperhatikan masalah pencampurannya agar
kedua fase tersebut dapat tercampur. Misalnya pada suhu masing-masing fase
harus sama karena jika salah satu fase suhunya berbeda menyebabkan fase minyak
dan air tidak dapat bercampur membentuk emulsi. Biasanya fase air dibuat suhu
lebih tinggi karena suhunya lebih cepat turun dibandingkan fase minyak. Hal ini
dilakukan untuk mencegah pemisahan. Dalam pembuatan emulsi hal yang juga harus
diperhatikan yaitu konsentrasi emulgator yang digunakan untuk menyatukan fase
air dan minyak. Konsentrasi emulgator yang digunakan dalam formula kami yaitu asam stearat 15%.
Penggunaan emulgator dalam sediaan krim tidak boleh menggangu stabilitas atau
efikasi dari zat terapetik. Zat pengemulsi harus stabil dan tidak boleh terurai
dalam preparat. Zat pengemulsi harus tidak toksik pada penggunaan yang dimaksud
dan jumlahnya yang digunakan pada sediaan. Zat pengemulsi ini selain mempunyai
kemampuan untuk membentuk emulsi juga berfungsi untuk menjaga stabilitas dari
emulsi tersebut agar tercapai shelf life
dari produk tersebut.
Dari
hasil krim yang kami buat dilakukan evaluasi, yaitu uji pH dan uji homogenitas.
Dari uji pH diperoleh pH sediaan 7. Hal ini berarti sediaan yang kami buat
cocok untuk digunakan pada kulit. Seperti yang kita ketahui bahwa pH kulit
netral, sehingga apabila sediaan ini digunakan tidak akan menimbulkan iritasi.
Sedangkan dari hasil uji homogenitas terlihat pada sediaan asam salisilat telah
tercampur secara merata (homogen). Dalam pengujian viskositas, didapatkan hasilnya
yaitu 45 dPas. Hasil ini telah sesuai dalam literature yaitu 40-50 dPas.
Sedangkan dalam uji daya sebar didapatkan hasilnya 6 cm/10 gram.
Dari keseluruhan uji – uji yang
dilakukan, dapat disimpulkan bahwa sediaan krim yang kami buat telah memenuhi
persyaratan yang telah ditetapkan dan layak untuk dibuat dalam skala besar
(industri).
KESIMPULAN
Dari hasil praktikum ini dapat disimpulkan bahwa :
- Krim adalah sediaan setengah padat, berupa emulsi
mengandung air tidak kurang dari 60 % dan
dimaksudkan untuk pemakaian luar.
- Bahan aktif yang digunakan adalah Asam salisilat
karena efek sampingnya tidak terlalu berbahaya. Asam salisilat hanya
menyebabkan reaksi hipersensitifitas.
- Mekanisme kerja Asam salisilat yaitu memberikan efek
keratolitik dan secara perlahan akan merusak sel epitel.
- Prosentase pada formula sangat menentukan formulasi
akhir sedian. Dalam pembuatan kream perlu diperhatikan tingkat pemanasan
dan pengadukannya.
- Persyaratan pH pada sediaan kream yaitu 6,4-7,1,
sedangkan pH pada sediaan kami sebesar 7. Hal ini berarti sediaan kami
layak atau memenuhi persyaratan.
- sediaan krim yang kami buat ditujukan untuk
mengoibati penyakit luar (kulit yang disebabkan oleh jamur (fungi).
- Sediaan Krim yang kami buat sesuai dengan
spesifikasi sediaan yang diinginkan, sehingga layak untuk dibuat dalam
skala (besar) industri.
Rancangan Etiket
1. Nama
obat jadi
2. Bobot
netto/volume/isi
3. Komposisi
obat
4. Nama
industri farmasi
5. Alamat
industri farmasi
6. Nomor
pendaftaran
7. Nomor
btach
8. Tanggal
kadaluwarsa
9. Indikasi
10. Kontraindikasi
11. Cara
penggunaan
12. Cara
penyimpanan
13. Tanda
peringatan OBT
14. Tanda
peringatan harus dengan resep dokter
15. Lingkaran
tanda khusus obat keras/bebas/OBT
Rancangan brosur
1. Nama
obat jadi
2. Bobot
netto/volume/isi
3. Komposisi
obat
4. Nama
industri farmasi
5. Alamat
industri farmasi
6. Nomor
pendaftaran
7. Dosis
8. Tanggal
kadaluwarsa
9. Indikasi
10. Kontraindikasi
11. Efek
samping
12. Interaksi
obat
13. Peringatan/perhatian
14. Cara
penggunaan
15. Cara
penyimpanan
16. Cara
kerja/Farmakologi
17. Tanda
peringatan OBT
18. Tanda
peringatan harus dengan resep dokter
19. Lingkaran
tanda khusus obat keras/bebas/OBT
RANCANGAN KEMASAN
Rancangan kemasan skunder
1. Nama
obat jadi
2. Konsistensi
sediaan
3. Bobot
netto/volume/isi
4. Kandungan
bahan aktif
5. Komposisi
obat
6. Nama
industri farmasi
7. Alamat
industri farmasi
8. Nomor
pendaftaran
9. Dosis
dan aturan pakai
10. Tanggal
kadaluwarsa
11. Indikasi
12. Kontraindikasi
13. Efek
samping
14. Interaksi
obat
15. Peringatan/perhatian
16. Cara
penggunaan
17. Cara
penyimpanan
18. Cara
kerja/Farmakologi
19. Tanda
peringatan OBT
20. Tanda
peringatan harus dengan resep dokter
21. Lingkaran
tanda khusus obat keras/bebas/OBT
DAFTAR PUSTAKA
Anief, Moch. 1997. Ilmu
Meracik Obat Teori Dan Praktek. Yogyakarta; Gadjah Mada University Press.
Anonim. 1979. Farmakope
Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta; Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Anonim. 2000. Informatorium
Obat Nasional Indonesia. Jakarta; Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.
Ansel, Howard C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi
Keempat. Jakarta; Universitas Indonesia.
Kibbe, Arthur H.
2000. Handbook of Pharmaceutical. London;
United Kingdom.
Lachman, Leon dkk. 1994. Teori Dan Praktek Farmasi Industri Edisi
Ketiga. Jakarta; Universitas Indonesia.
Reynolds, James E.F. 1982. Martindale The Extra Pharmacopoeid.Book 2. London; The Pharmaceutical Press.